Jakarta, 21 Mei 2025 –Dalam upaya memberikan perlindungan hukum dan pembelaan terhadap hak-hak petani, Rois Hidayat, S.H., C.M.H., C.Me, CCLM, CLTP selaku Penasehat Bantuan Hukum (PBH) di Lembaga Investigasi dan Pengawasan Kriminal Khusus Republik Indonesia (Lidikkrimsus RI), selain itu Rois Hidayat yang juga menjabat sebagai Komisaris utama di PT Berita Istana Negara,menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pembentukan laboratorium khusus. Laboratorium ini dirancang sebagai dukungan ilmiah dan hukum untuk membela kepentingan petani, khususnya yang tengah menghadapi dugaan praktik curang dan penindasan distribusi pupuk di sejumlah wilayah Indonesia.
Langkah ini diambil sebagai respon atas kasus yang sedang mencuat di Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Sejumlah petani mengaku dipaksa membeli pupuk non-subsidi sebagai syarat mendapatkan pupuk subsidi yang menjadi hak mereka. Polemik ini menjadi sorotan publik setelah video pengakuan petani tersebar luas di media sosial dan menjadi viral di platform TikTok.
“Kami akan menghadirkan laboratorium yang bisa menganalisis kualitas dan keaslian pupuk yang didistribusikan ke petani, sekaligus menjadi alat pembuktian di proses hukum,” tegas Rois Hidayat. Ia juga menyebut bahwa Lidikkrimsus RI berkomitmen mengawal keadilan bagi petani hingga tuntas.
Sementara itu, pada 15 Mei 2025 lalu, Bupati Sragen, Sigit Pamungkas, telah memerintahkan jajarannya—termasuk Disperindag, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Pupuk Indonesia, dan Muspika—untuk menyambangi langsung Desa Gilirejo Baru dan berdialog dengan para kelompok tani.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah daerah secara resmi menghapus praktik “pupuk gandulan”, yakni pembelian pupuk non-subsidi yang diwajibkan agar petani dapat membeli pupuk subsidi. Permintaan maaf juga disampaikan oleh Salman, pengecer pupuk setempat yang diketahui merupakan menantu Wakil Bupati Sragen. Ia mengakui adanya kekeliruan dan berjanji tidak akan mengulangi praktik tersebut.
Tak hanya itu, Bupati Sigit juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh ketua kelompok tani di Kabupaten Sragen, sembari berjanji akan memperbaiki tata kelola distribusi pupuk.
Kepala Dinas Pertanian Sragen, Eka Rini, menyebut pihaknya kini sedang berkoordinasi dengan tim KP3 untuk menyelidiki dugaan peredaran pupuk palsu dan mutu pupuk non-subsidi yang diragukan. Bahkan, Wakil Bupati Sragen, Suroto, membenarkan bahwa KPL yang terlibat dalam praktik ini dimiliki oleh keluarganya, dan mendukung penuh proses hukum agar semua pihak bertanggung jawab.
Salah satu warga, Subandi dari Dondong Timur RT 02/00, menyebut dirinya membeli satu sak pupuk subsidi dan satu sak pupuk non-subsidi NPK ENVIRO seberat 20 kg seharga Rp264.000, namun tidak diberi nota oleh penjual.
Kini, kelompok petani menggandeng kuasa hukum Dedy Afriandi Nusbar dari PT Berita Istana Negara. Dedy menyatakan siap mendampingi petani dalam proses hukum, mengingat praktik mewajibkan pembelian pupuk non-subsidi tanpa nota transaksi dan dugaan ilegalitas pupuk telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.
“Ini bentuk nyata pelanggaran hukum dan sangat merugikan petani sebagai konsumen,” ujar Warsito, salah satu tokoh petani setempat.
Rois Hidayat menambahkan, laboratorium yang akan dibentuk juga bisa menjadi instrumen penguatan data dalam proses litigasi di berbagai kasus petani lain di Indonesia. “Ini bukan hanya tentang Sragen, ini tentang nasib petani Indonesia yang selama ini terpinggirkan,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi momentum penting untuk membenahi distribusi pupuk dan menegakkan keadilan agraria. Publik kini menantikan tindakan konkret dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan lembaga pendukung seperti Lidikkrimsus RI.
(Tim: Red)