Jakarta – Bareskrim Polri menegaskan bahwa ijazah sarjana milik Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah, berdasarkan hasil penyelidikan serta uji forensik yang mendalam. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dalam konferensi pers yang digelar di Lobby Utama Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jakarta, pada Kamis (22/5).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidikan dilakukan menindaklanjuti laporan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang mengadukan dugaan pemalsuan ijazah S1 Presiden Joko Widodo.
“Kami telah memeriksa 39 orang saksi, termasuk pihak Universitas Gadjah Mada, alumni, dosen, pihak SMA, serta satu orang teradu, yaitu Joko Widodo. Dari seluruh hasil pemeriksaan dan uji laboratorium forensik, dapat kami simpulkan bahwa dokumen ijazah Joko Widodo adalah asli dan sah,” ujar Brigjen Djuhandhani.
Laporan yang disampaikan TPUA mencantumkan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 263, 264, dan 266 KUHP, serta Pasal 68 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, berdasarkan pendalaman yang dilakukan, Polri menegaskan tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam kasus tersebut.
Penyelidikan menyeluruh dilakukan di 13 lokasi berbeda, termasuk SMA Negeri 6 Surakarta dan Universitas Gadjah Mada. Dari hasil penyelidikan, ditemukan berbagai dokumen pendukung seperti Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), formulir pendaftaran mahasiswa, Kartu Hasil Studi (KHS), surat keterangan praktik, hingga ijazah asli. Seluruh dokumen tersebut telah melalui proses uji forensik dan dinyatakan identik serta valid.
“Ijazah asli S1 dengan nomor 1120 telah diuji secara forensik dan dinyatakan identik dengan dokumen pembanding. Skripsi juga ditemukan dan terbukti dibuat menggunakan mesin ketik serta teknik cetak sesuai dengan periode tahun 1985,” tambah Djuhandhani.
Dalam kesempatan yang sama, Polri juga menyampaikan bahwa TPUA tidak terdaftar sebagai lembaga berbadan hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Meskipun telah menyimpulkan tidak adanya unsur pidana, Polri menegaskan bahwa proses masih berada pada tahap penyelidikan. Kasus belum dinaikkan ke tingkat penyidikan karena tidak ditemukan dasar hukum yang cukup kuat.
“Kami masih fokus pada penuntasan penyelidikan. Mengenai potensi pertanggungjawaban hukum atas laporan yang tidak berdasar, itu bisa saja dilakukan jika memenuhi unsur pidana. Namun untuk saat ini, belum ada proses ke arah sana,” tutup Brigjen Djuhandhani.
Redaksi