KUDUS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus melakukan penggeledahan di kantor Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disnaker Perinkop dan UKM) Kudus pada kemarin sore. Penggeledahan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo.
Proyek SIHT tersebut dibiayai melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2023 dengan total anggaran sebesar Rp 21 miliar. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar terkait pekerjaan tersebut, meski Disnaker telah mengembalikan sebagian hasil temuan BPK.
Kejari Kudus memulai pemeriksaan di kantor Disnaker Perinkop dan UKM sekitar pukul 11.30 dan berlangsung hingga pukul 15.30. Kepala Disnaker Perinkop dan UKM Kudus, Rini Kartika Hadi Ahmawati, turut diperiksa di kantornya sebelum dibawa ke kantor Kejari Kudus sekitar pukul 16.00.
Rini yang tiba di kantor Kejari Kudus tampak enggan menjawab pertanyaan dari awak media yang sudah menantinya. Sambil menutup wajah dengan tangan, ia hanya mengatakan, “Nanti dulu ya,” sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
Menurut Kasi Intel Kejari Kudus, Wisnu N. Wibowo, penggeledahan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Negeri Kudus Nomor Print-110/M.3.18/Fd.2/08/2024 tanggal 16 Agustus 2024, serta Izin Penggeledahan dari Pengadilan Negeri Kudus pada 13 Agustus 2024.
Penyidik Kejari Kudus menemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam proyek SIHT, khususnya pada pekerjaan tanah padas atau tanah urug yang merupakan bagian dari proyek Disnaker Perinkop dan UKM tahun 2023. Untuk memperkuat dugaan tersebut, kejari menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen, komputer, laptop, dan handphone dari beberapa pihak.
Dalam penjelasannya, Wisnu mengungkapkan bahwa proyek pembangunan SIHT termasuk pekerjaan urug dengan volume 43.223 meter persegi. Proyek ini dikerjakan dengan metode E-Catalog dengan kontrak senilai Rp 9.163.488.000 dan harga satuan tanah urug sebesar Rp 212.000.
Namun, dalam pelaksanaannya, pekerjaan tersebut dialihkan oleh direktur perusahaan pemenang tender kepada pihak ketiga dengan nilai kontrak Rp 4.041.350.500 atau harga satuan sebesar Rp 93.500 tanpa sepengetahuan pejabat pembuat komitmen (PPK). Selain itu, material yang digunakan untuk pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam surat dukungan.
Saat ini, kasus tersebut sudah memasuki tahap penyidikan, namun belum ada tersangka yang ditetapkan. Kejaksaan telah memanggil enam saksi, termasuk satu orang Aparatur Sipil Negara (ASN). Wisnu menambahkan bahwa pihak kejaksaan masih menghitung total kerugian negara dengan melibatkan ahli, meskipun proyek ini sudah diaudit oleh BPK.
Penyidikan akan terus berlanjut hingga ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.(*)