Ombak dan Cinta, Gadis Kalimantan: Kutemukan di Atas Kapal Menuju Batulicin

By MATA JATENG
Sabtu, 15 Maret 2025

KOTABARU – Siang itu, Sabtu, 22 Februari 2025, matahari bersinar terik di atas lautan yang menghubungkan Kotabaru dan Batulicin. Aku, Warsito Nusantoro Pamungkas, bersama rekanku, Dedy Afriandi Nusbar, menaiki kapal feri milik Bupati Kotabaru untuk menyeberang ke Batulicin. Dikelilingi hamparan perkebunan kelapa sawit dan debu batu bara yang beterbangan, perjalanan ini terasa begitu khas.

Kapal perlahan melaju, angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin yang menyegarkan. Di antara para penumpang, mataku tertuju pada dua wanita asli Kalimantan yang duduk bersebelahan. Keduanya terlihat anggun dengan kulit sawo matang khas wanita Borneo. Sesekali, mata mereka melirik ke arahku, seolah ingin mengenal, tapi malu untuk menyapa lebih dulu. Aku membalas dengan senyuman. Salah satu dari mereka segera membuang muka, sementara yang lain tampak sedikit tersenyum.

Tanpa ragu, aku memberanikan diri mendekat. “Hai, boleh kenalan?” tanyaku ramah.

Wanita yang murah senyum itu mengangguk. “Nama saya Maulida Fitriadewi, panggil saja Ida,” katanya.

Kami mulai berbincang. Dari percakapan singkat itu, aku tahu bahwa Ida baru saja menghabiskan dua hari liburan di Kotabaru dan kini hendak pulang ke Batulicin. Waktu berjalan begitu cepat, dan sebelum kapal merapat ke pelabuhan, aku menyodorkan ponselku. “Boleh minta nomor handphone-nya?” tanyaku dengan nada santai. Ida tersenyum dan mengetikkan nomornya di layar ponselku.

Saat kapal bersandar, kami berpisah. Aku melanjutkan perjalanan ke rumah kawanku, sementara Ida pergi bersama temannya, Ica. Namun, belum lama aku duduk melepas lelah, ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk.

“Mas, saya Ida, yang tadi di atas kapal.”

Hatiku bergetar membaca pesan itu. Aku tak menyangka Ida yang lebih dulu menghubungiku. Dengan senyum di wajah, aku segera membalas, “Terima kasih, salam kenal juga.”

Baca Juga :  Gelar WSBP Inspiring Kindness: Kita Kuat, Indonesia Hebat, WSBP Berdayakan Bank Sampah untuk Lingkungan dan Ekonomi Berkelanjutan

Percakapan yang Mengubah Segalanya

Malam harinya, aku memberanikan diri meneleponnya. Percakapan kami berlangsung selama 19 menit. Suaranya lembut, penuh kehangatan. Di balik suara itu, aku bisa merasakan ketulusan dan keceriaannya. Kami saling bertukar cerita. Aku mengatakan bahwa aku seorang diri di tanah perantauan, sementara Ida mengungkapkan bahwa ia seorang janda dengan satu anak.

Sejak malam itu, Ida semakin sering menghubungiku. Namun, ada keraguan di hatiku. Apakah perasaan ini nyata? Apakah hubungan ini bisa berlanjut? Kami berdua sama-sama menunggu pesan lebih dulu, seolah takut berharap terlalu dalam.

Namun, pada Jumat, 14 Maret 2025, semuanya berubah. Ida mulai lebih sering mengirim pesan, mengabarkan kegiatannya, bertanya tentang hariku, dan perlahan membuat kehadirannya semakin nyata dalam hidupku.

Ribuan Kilometer Demi Cinta

Ketika rasa ini semakin kuat, aku mengambil keputusan besar. Aku harus menemuinya. Pada Senin, 17 Maret 2025, aku akan terbang dari Semarang ke Banjarmasin, lalu melanjutkan perjalanan darat menuju Batulicin.

Penerbangan dengan AirAsia dari Bandara Ahmad Yani ke Banjarmasin hanya memakan waktu sekitar satu jam. Namun, perjalanan darat setelahnya adalah ujian kesabaran. Lima hingga enam jam perjalanan darat menanti, melewati 64 jembatan, 168 kilometer jalan berliku, dan tiga jam di tengah hutan belantara tanpa sinyal.

Di tengah perjalanan, di antara lebatnya pepohonan Kalimantan, aku merenung. Aku sadar, bukan hanya raga yang menempuh perjalanan ini, tetapi juga hatiku yang telah memilih jalannya. Cinta yang bermula dari pertemuan singkat di atas kapal kini tumbuh menjadi sesuatu yang lebih dalam.

Setiap detik, pikiranku hanya dipenuhi oleh Ida. Aku tak peduli berapa jauh jarak yang harus kutempuh. Aku hanya ingin bertemu dengannya, memastikan bahwa perasaan ini nyata, bahwa cinta ini layak diperjuangkan.

Baca Juga :  Phase II of 'Breaking the Plastic Habit in Asia' to Expand Use of Behavioural Insights

Cinta yang Tak Terbatas oleh Jarak

Ribuan kilometer telah kulalui. Dari Kota Solo ke Batulicin, aku datang bukan sekadar untuk bertemu, tetapi untuk menjaga dan membuktikan ketulusan cintaku. Kalimantan menyimpan banyak pesona, termasuk wanita-wanita cantik yang ada di sana. Namun, hanya satu yang berhasil mengikat hatiku—Maulida Fitriadewi.

Meski kami belum pernah berjabat tangan, belum pernah duduk berdua di tempat yang sama, aku yakin dialah yang kucari. Cinta sejati bukan soal berapa lama kita mengenal, tetapi tentang keyakinan untuk tetap bersama, menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Aku datang untuknya, mencintainya apa adanya. Bukan karena kesempurnaan, tetapi karena hati ini telah memilihnya.

Penulis : iTO

Berita Terkait

Berita Utama
Melawan Lupa: PPWI Punya Andil dalam Memajukan Polri
Sabtu, 15 Maret 2025
Diduga Pergudangan di Jatiuwung Kota Tangerang Menjadi Pabrik Oli Palsu Polisi Tutup Mata 
Sabtu, 15 Maret 2025
Ombak dan Cinta, Gadis Kalimantan: Kutemukan di Atas Kapal Menuju Batulicin
Sabtu, 15 Maret 2025
Panduan Sistem Pajak Baru (1)
Terbaru
Berita Populer